Hubungan Sihombing dengan Naibaho
Dahulu kala di daerah Humbang tengah terjadi peperangan antara Marga Sihombing dengan Marga Marbun. Jika kita ambil data-data tarombo marga, dalam hal cerita ini yang sedang berperang adalah Marga Sihombing yang bernama Op.Raung Nabolon yang memiliki 3 anak yaitu : Op.Hombar Najolo, op.Ginjang Manubung dan Op.Pande Namora. Sundut(Generasi) Nomor 4 dan Nomor 5 terhitung dari Borsak Sirumonggur Lumbantoruan (sesuai dengan aturan penomoran generasi marga Sihombing Lumbantoruan).
Jauh diseberang Danau Toba,tepatnya di pulau Samosir daerah Pangururan bermukim marga Naibaho ( anak pertama dari Siraja Oloan); ada keturunannya seorang Datubolon (Dukun pendekar sakti) yang bernama op.Datu Galapang. op.Datu Galapang ini dikenal sebagai pangaranto bolon (suka merantau) untuk mencari dan menjajal ilmu hasattian (kesaktian).
Terjadilah sebuah kisah memilukan dimana op.Datu Galapang mardenggan-denggan (berhubungan) dengan ibotonya sendiri yaitu namboru Siboru Naitang,sampai lahir keturunan dari mereka berdua itulah yang sekarang menjadi marga Sitindaon (sitandaon ma on=sebagai tandalah ini) atas persitiwa tersebut. Akibat dari kejadian ini membuat marah Marga Naibaho dan menjatuhkan hukuman kepada kedua pasangan terlarang tersebut. Op.Datu Galapang dibuang kehutan angker yang penuh dengan harimau buas sedangkan namboru Siboru Naitang dipanongnong (ditenggelamkan ke danau). Menurut mitos kuno yang masih dipercaya sampai sekarang, namboru SiBoru Naitang menjadi penunggu Danau Toba.Singkat cerita, karena kesaktiannya op.Datu Galapang berhasil meloloskan diri dari Hutan angker tersebut dan pergi ke Humbang melanjutkan perjalanannya dalam mencari ilmu. Keunikan op.Datu Galapang ini,dia hanya membawa sebilah belati untuk senjatanya serta selalu membawa segumpalan tanah dan sekantung air.
Kembali ke awal cerita diatas,tengah berlangsung perang antara marga Sihombing dan marga Marbun.
Dikarenakan ada seorang pangulu balang (panglima perang) dari marga Marbun yang demikian kuat dan sakti,membuat marga Sihombing berada diambang kekalahan. Karena Sihombing diambang kekalahan,mendengar bahwa op.Datu Galapang berada di humbang maka marga Sihombing berusaha meminta pertolongan kepadanya. Mungkin karena sudah dituntun oleh Mulajadi Nabolon (sebutan Tuhan dalam kepercayaan Batak kuno), op.Datu Galapang akhirnya membantu marga Sihombing yang sedang diambang kekalahan.
Op.Datu Galapang mendatangi wilayah marga Marbun dan bermaksud menemui panglima perang Marbun yang kuat dan sakti tersebut. Sesampainya didaerah kekuasaan Marbun,op.Datu Galapang menabur tanah dan menginjaknya serta meminum air yang dibawanya (inilah salah satu tanda kesaktiannya). Seketika datanglah Marga Marbun menghampiri dan berusaha mengusir op.Datu Galapang. Mendengar hal itu op.Datu Galapang hanya menjawab dengan perkataan : ” boasa palaohonmuna au? ia Tanokku do na hudege jala aekku do na huinum. (kenapa kalian mengusir saya? bukannkah tanahku sendiri yang kupijak dan airku sendiri yang kuminum).” Mendengar ucapan yang “tidak biasa” itu,Karena mereka sadar yang mereka temui tersebut bukan “orang sembarangan”,maka marga Marbun akhirnya memanggil panglimanya .Karena mereka sadar yang mereka temui tersebut bukan “orang sembarangan.”
Kesaktian panglima Marbun yaitu tidak dapat dibunuh selama badan dan kakinya menyentuh tanah (ilmu ini didaerah Jawa dikenal dengan ajian Rawa Ronteg ). Dengan sedikit akalnya,op.Datu Galapang mengakalinya dengan menyuruh panglima Marbun tersebut memanjat sebuah pohon mangga,karena diatas pohon tersebut terdapat sebuah mangga yang jika dimakan dapat menambah kesaktian seseorang. Ketika sang panglima memanjat pohon itu,serta merta pada saat itu kaki dan badannya tidaklah lagi menyentuh tanah.Kesempatan ini tidak disia-siakan Op.Datu Galapang, dan segera menikam tubuh panglima Marbun tersebut hingga tewas. Melihat panglimanya sudah tak berdaya lagi,semangat tempur marga Marbun menjadi mundur. Sampai akhirnya marga Marbun terkalahkan dan marga Sihombing memenangi perang tersebut.
Atas jasanya, maka op.Datu Galapang diampu (diangkat) anak oleh Marga Sihombing dan sejak saat itu sah telah menjadi Marga Sihombing bukan Naibaho lagi.Menjadi anak ke 4 dari Op.Raung Nabolon seperti telah disebutkan pada awal cerita diatas.Demikianlah,sehingga terjadi parpadanan antara Marga Sihombing dan Naibaho.Karena jika dilihat secara genetik, keturunan marga Sihombing dari op.Datu Galapang hanya gelar marganya saja yang Sihombing Lumbantoruan,namun darah yang mengalir ditubuhnya tetap darah Raja Naibaho. Namun dikarenakan sumpah(padan) yang kuat,tidak hanya khusus kepada keturunan op.Datu Galapang saja yang tidak boleh marsibuatan (mengawini) dengan ibotonya sendiri (boru Naibaho) ;Anak dari op.Datu Galapang ada 3 yaitu : op.Tuan Guru Sinomba,op.Juara Babiat dan op.Datu Lobi. Tetapi berlaku kepada seluruh keturunan Marga Sihombing Lumbantoruan Lainnya.
Sebagai tambahan mengenai cerita diatas,sampai saat ini masih terdapat pro dan kontra apakah Marga Sihombing Lumbantoruan (khusunya keturunan dari Op.Datu Galapang) hanya berpadan dengan marga Naibaho saja, ataukah kepada ke 5 Marga Lainnya keturunan Si Raja Oloan yaitu : Sihotang,Sinambela,Bakkara,Manullang dan Sihite.Karena jika ditelaah lebih dalam dari uraian cerita diatas, op.Datu Galapang adalah keturunan langsung dari Marga Naibaho dimana didalam tubuhnya secara genetik mengalir darah Siraja Oloan???
Satu sumber menyebutkan,hanya marga Sihotang yang mau “mengikuti” padan diatas. Karena pernah diucapkan marga Sihotang kepada Marga Naibaho (sebagai haha dolinnya) : padanni Hahadoli nami siihuttonon hami do (sumpah kepada abang kami akan kami ikuti sebagai adiknya). Tapi dilain pihak ada beberapa pihak mengatakan bahwa yang marpadan hanyalah Marga Naibaho saja,bukan berarti ke 5 marga SiRaja Oloan yang lain mengikutinya. (karena ada beberapa marga Sihombing Lumbantoruan yang sudah memperisitri br.Sihotang,br.Sihite)
Padan Marga Sihombing Lumbantoruan dengan Marga Naibaho dan Marga Sitindaon tetap dipegang kuat sampai sekarang karena masih adanya hubungan pertalian darah (sisada mudar).
Perbedaan pendapat bukan untuk menjadi bibit perselisihan.Dalam hal ini penulis bukan berusaha memperdebatkan padan najolo (sumpah dahulu kala).Tetapi tidaklah lain hanya berusaha melestarikan turi-turian najolo (cerita-cerita legenda) supaya tidak hilang “digilas” kerasnya perputaran jaman.
*Akka padan naung pinukka akka ompunta sijolo-jolo tubu,si ihuttononta akka na parpudi *
Mantaff silsilahnya
BalasHapus